Skip to main content

Featured

Jin BTS akhirnya selesaikan wajib militernya sebagai warga negara Korea Selatan

Seoul , Kabar gembira bagi ARMY di seluruh dunia! Kim Seokjin atau lebih akrab disapa Jin, anggota boygroup BTS berhasil menyelesaikan wajib militernya.  Mengutip the KoreaTimes, tampak Jin mendapatkan buket bunga saat meninggalkan acara perayaan 5 tahun Divisi Infanteri Angkatan Darat di Yeoncheon, (12/06).  Dalam acara itu, Jin sempat reuni dengan 5 member BTS lainnya yang masih menjalankan wajib militer yakni; V, Jungkook, Jimin, J-Hope, dan RM.  Disebutkan Suga, satu-satunya member yang absen pada acara tersebut.  Kepada media, Jin menyapa Army dengan berkata, " Hai, ARMY !" sambil tersenyum.  Perayaan privat Jin ini menandakan kemungkinan Jin akan segera kembali ke industri hiburan lagi seperti biasa.  Tentu saja itu berita baik bagi penggemar BTS. Hal itu bisa dilihat dari ucapan selamat yang tidak berhenti diucapkan ARMY kepada Jin.  Bagaimana? Apa kamu termasuk yang ARMY itu? 

Terpaksa Menikah dengan Ustadz Ganteng Bab 7

Terpaksa Menikah dengan Ustadz Ganteng

Part 7 



 

Yusuf POV


***

Beberapa minggu berikutnya ketika matahari bersinar begitu terang. Aku berangkat bekerja. Dalam hal ini mengembala sapi. Dengan menggunakan mobilku, aku membawa beberapa karung rumput untuk dimakan sapi-sapiku. Karena hewan juga membutuhkan makanan bukan hanya manusia. 

Aku selalu memastikan sapi-sapiku memakan rumput yang halal. Aku sudah mengantisipasi agar sapiku tidak lepas dari kandang. Aku tidak ingin sapi-sapiku makan rumput orang lain secara sembarangan. Pak Tabir adalah pekerjaku satu-satunya. Dialah yang merawat sapi-sapiku. Pak tabir jugalah yang menjadi saksi pertemuanku dengan Aysel sebelum menikah.

"Assalamu alaikum," seruku saat sampai di kandang sapi. Pak Tabir menoleh ke arahku sambil memunculkan senyum simpul. "Wa alaikum salam. Yusuf? Kenapa harus datang ke kandang hari ini? Bapak bisa mengurus sapi sendirian. Bukankah Nak Yusuf masih dalam proses bulan madu?" 

Lelaki paruh baya itu sudah kuanggap seperti Ayah keduaku. Kami selalu mengobrol layaknya Ayah dan Anak. Bukan sebagai pekerja dan atasan. "Bulan madu tidak harus berlama-lama, Pak. Lagipula sapi-sapi ini juga tanggung jawab saya. Rasanya tidak etis jika saya enak-enak di rumah sementara bapak bekerja sendirian," jelasku. 

Pak Tabir menepuk bahuku. "Kau ini selalu saja seperti ini. Menjadi lelaki terlalu baik. Bapak bisa saja menjadi besar kepala dan pemalas karena kebaikanmu ini," balasnya sambil menggelengkan kepalanya. 

"Tapi kenyataannya bapak tidak akan melakukan itu," candaku.

Pak Tabir terkekeh kecil. Sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi serius. "Bagaimana dengan istrimu? Apa kau menyukainya?" Aku merasakan bahwa ada sedikit kekecewaan di wajah Pak Tabir. Kecewa karena aku menikah dengan gadis labil yang bahkan tak memakai hijab. 

"Saya menyukainya. Aysel mencukupi segalanya bagi saya. Menjadi penyeimbang antara kelebihan dan kekurangan saya," jawabku dengan mantap. Pak Tabir menghela napas, menuntunku berjalan menuju pondok kecil yang menjadi tempat istirahat kami. 

"Syukurlah kalau kau menyukainya," Aku terus mengamati mimik wajah Pak Tabir. "Sejujurnya Bapak tidak terlalu setuju dengan kau menikahi Aysel. Ini pendapat Bapak saja. Menurut pengamatan Bapak, Aysel adalah wanita moderen. Sangat sulit mendidik wanita sepertinya. Apalagi umurnya masih delapan belas tahun. Bapak khawatir dia akan meninggalkanmu suatu hari nanti," jelas Pak Tabir. 

"Mungkin itu hanya kekhawatiran Bapak saja. Beberapa minggu ini, saya justru melihat sisi lain istri saya. Dia memperlakukan saya selayaknya suaminya. Menyediakan makanan untuk saya dan juga menuruti perintah saya. Hanya saja, kadang-kadang dia sedikit labil. Saya memakluminya, karena memang wanita seusianya belum cukup dewasa dalam menyikapi sesuatu. Tapi saya yakin, perlahan istri saya akan berubah," 

Pak Tabir mengangguk. "Ini sudah pilihanmu, Nak. Bapak hanya berharap rumah tangga kalian tetap sakinah dan berada dalam perlindungan Allah," ucap Pak Tabir tulus. 
Aku mengamini ucapannya. Obrolan kami terus berlanjut beberapa menit sampai kusadari bahwa aku belum memberi sarapan kepada sapi-sapiku. "Sepertinya saya harus pamit, Pak. Saya baru ingat sesuatu. Sapi-sapi saya sudah kelaparan akibat asyik mengobrol. Sudah waktunya mereka diberi makan," kataku mencoba bicara sopan. 

"Benar. Bapak juga sampai lupa mengingatkan. Silahkan, Nak," Pak Tabir menyilakan. Aku melangkah memberi makan sapi-sapiku. Pagi ini, aku terpikir dengan ucapan Pak Tabir tadi. 
Entah kenapa aku juga merasa was-was. Bagaimana kalau ternyata ucapan Pak Tabir benar? Bagaimana jika suatu saat Aysel meninggalkanku? Apa yang harus kulakukan? Sanggupkah aku merelakan cinta yang mulai tumbuh dalam hatiku ini? Ya Allah, ini sungguh membuatku dilema. 

"Astagfirullah. Yusuf, kendalikan dirimu.” Aku tersadar. Kenapa aku harus memiikirkan hal aneh itu. Aku harus percaya kesetiaan istriku. Kepercayaan adalah kunci utama dalam sebuah hubungan. Segalanya akan baik-baik saja selama aku mempercayai istriku. 

Usai memberi makan sapi-sapiku. Aku pamit pulang pada Pak Tabir kemudian berangkat ke rumah Mama. Beberapa hari ini, aku dan Aysel tidak pernah berkunjung ke rumah Mama. Aku tidak ingin Mama semakin khawatir karena kejadian tempo hari. 

Perjalanan menuju rumah Mama, aku melihat toko busana muslimah di persimpangan jalan. Hatiku tersentuh, aku memikirkan Aysel. Intuisiku memerintahkan aku untuk mampir. Anehnya aku menurutinya. Aku mampir di toko itu. 

"Mau cari apa, Mas?" 

"Boleh saya lihat koleksi niqab-nya, Mbak?" Aku berusaha sopan. 

"Boleh, Mas. Silahkan dipilih. Mas ingin membeli niqab untuk istri ya," tebaknya. 

Aku menganggukkan kepalaku. "Iya, Mbak. Saya ingin beli niqab untuk istri. Masak saya harus pakai niqab. Kan tidak lucu, Mbak," balasku membuat si pedagang terkikih. 

Wanita itu mulai menjelaskan mengenai niqab yang paling tren saat ini atau semacam itulah. Aku tidak pernah menyangka kalau ternyata dalam hal hijab ada istilah tren juga. 

Menurut pengamatanku, masyarakat Indonesia lebih menyukai tren dengan label nama orang Eropa. Misalnya saja Donatella Versace, Lois Vuitton, d.s.t. 

"Saya mau beli niqab yang berwarna pink itu, Mbak. Berapa harganya?" 

"Delapan puluh ribu, Mas," jawab si penjual. Aku membuka dompetku lalu memberikan selembar uang seratus ribu. "Kembaliannya tidak usah, Mbak. Saya sedang buru-buru," kataku. Wanita itu berterima kasih padaku. Aku pamit pergi dengan mengucapkan salam.


 Link lengkap : https://share.novelme.id/starShare.html?novelId=null&chapterId=null

Part 1 : https://share.novelme.com/starShare.html?novelId=16131&chapterId=454616

Part 2 : https://share.novelme.id/starShare.html?novelId=16131&chapterId=498661 

Part 3 : https://share.novelme.id/starShare.html?novelId=16131&chapterId=498666 

Part 4 : https://share.novelme.id/starShare.html?novelId=16131&chapterId=501411 

Part 5 : https://share.novelme.id/starShare.html?novelId=16131&chapterId=501413 

Part 6 : https://share.novelme.id/starShare.html?novelId=16131&chapterId=501414 

Part 7 : https://share.novelme.id/starShare.html?novelId=16131&chapterId=503649


Comments

Popular Posts